Seiring
dengan pertumbuhannya, semua bayi baik bayi prematur maupun bayi aterm
memerlukan kunjungan dan pemeriksaan rutin ke dokter anak untuk melakukan
check-up dan imunisasi. Namun untuk bayi prematur diperlukan perhatian lebih dan pemeriksaan yang lebih menyeluruh.
Pentingnya follow-up pada
bayi dengan riwayat prematur dilatarbelakangi oleh permasalahan dan komplikasi terkait prematuritas
yang dapat muncul baik segera maupun di kemudian hari.
Prematuritas menyebabkan komplikasi baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Semakin awal bayi dilahirkan, maka semakin tinggi
risiko komplikasi.
Komplikasi Jangka Pendek
Dalam minggu-minggu pertama komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Masalah pernapasan
- Belum matangnya paru menyebabkan kekurangan surfaktan, yaitu substansi yang menyebabkan paru bisa mengembang. Hal ini menyebabkan sindrom distress pernapasan.
- Bayi prematur juga dapat mengalami kondisi apnea atau henti napas.
- Penyakit paru kronik yang disebut bronchopulmonary dysplasia.
- Masalah jantung yang paling sering adalah patent ductus arteriosus (PDA).
- Hipotensi yang memerlukan cairan intravena, obat-obatan dan transfuse darah.
Semakin awal bayi dilahirkan, makin besar risiko terjadinya perdarahan otak yang disebut intraventricular hemorrhage. Kebanyakan perdarahan ringan dan dapat membaik dalam jangka pendek namun perdarahan luas dapat menyebabkan gangguan permanen pada otak. Perdarahan yang luas ini kadang dapat menyebabkan hidrosefalus yang memerlukan pembedahan.
Bayi premature mengalami kekurangan lapisan lemak tubuh dan ketidakmampuan untuk mengatur suhu tubuh. Hipotermia pada preemie dapat menyebabkan masalah pernapasan dan rendahnya gula darah. Oleh karena itu bayi premature memerlukan warmer atau inkubator untuk membantu menormalkan suhu tubuhnya.
Akibat sistem pencernaan yang belum matur, bayi preemie dapat mederita komplikasi yang disebut necrotizing enterocolitis (NEC). Ini merupakan kondisi yang serius dan biasanya terjadi setelah pemberian makan oral dimulai. Bayi yang mendapatkan ASI memiliki risiko rendah menderita NEC.
Risiko lebih tinggi terjadinya anemia dan kuning pada bayi (jaundice). Anemia disebabkan karena kurangnya sel darah merah akibat produksi yang kurang dan pengambilan darah untuk pemeriksaan labiratorium. Kuning pada bayi disebabkan karena tingginya pigmen kunig (bilirubin) yang merupakan hasil pemecahan sel darah merah.
Gangguan metabolisme yang sering terjadi pada bayi premature adalah hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah dalam darah. Hal ini terjadi karena bayi prematur memiliki cadangan glikogen yang lebih rendah dan kemampuan liver mengubah gikogen menjadi glukosa masih belum sempurna.
Sistem kekebalan tubuh yang belum matur menyebabkan infeksi yang dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa, yaitu sepsis.
1. Cerebral palsy
Cerebral Palsy adalah gangguan gerak, tonus otot atau postur yang dapat disebabkan oleh infeksi, aliran darah ke otak yang tidak adekuat selama kehamilan maupun pada awal hidupnya.
2. Gangguan perkembangan Kognitif
Bayi prematur terkadang mengalami keterlambatan mencapai developmental milestones sesuai usianya. Setelah usia sekolah, seorang anak yang dilahirkan prematur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami gangguan belajar.
Bayi prematur mempunyai risiko terhadap dua jenis masalah pengihatan antara lain Retinopathy of prematurity (ROP), strabismus, amblyopia dan gangguan refraksi. ROP adalah adalah penyakit yang terjadi akibat pembuluh darah pada retina yang tumbuh secara berlebihan.
ROP perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi menyebabkan kebutaan. Skrining dini dan rutin dapat mencegah komplikasi.
4. Gangguan Pendengaran
Bayi prematur memiliki risiko gangguan pendengaran derajat ringan sampai
berat, baik jenis conductive maupun sensorineural hearing loss serta
keterlambatan perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif.
Berdasar data penelitian, 2-4% bayi dengan berat lahir rendah menderita gangguan pendengaran yang cukup berat sehingga memerlukan alat bantu dengar atau hearing aid.
Berdasar data penelitian, 2-4% bayi dengan berat lahir rendah menderita gangguan pendengaran yang cukup berat sehingga memerlukan alat bantu dengar atau hearing aid.
5. Masalah Gigi
Masalah gigi yang sering dialami bayi prematur antara lain erupsi terlambat, diskolorisasi gigi dan pertumbuhan gigi yang tidak teratur.
Gangguan yang dapat dialami bayi prematur adalah attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). Namun penelitian terbaru menyebutkan bahwa untuk late preterm babies (LPI)— risiko terjadinya ADHD sama dengan bayi aterm.
Asma, kesulitan makan dan naiknya risiko terjadinya sudden death infant syndrome (SIDS).
Secara umum, jadwal rutin pemeriksaan adalah saat bayi berusia 3 bulan, 7 bulan, 1 tahun dan dua tahun usia koreksi. Untuk bayi prematur ekstrim mungkin memerlukan jadwal yang lebih sering.
Jenis follow-up bayi prematur yang diperlukan tergantung pada seberapa prematur dan komplikasi apa saja yang dialami setelah lahir dalam perawatan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Bayi prematur yang ekstrim yang dirawat lama di NICU sebaiknya melakukan check-up rutin di rumah sakit tersier yang memiliki fasilitas pelayanan subspesialis.
Kontrol rutin ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui progres pertumbuhan dan perkembangan bayi
2. Untuk mengidentifikasi secara dini permasalahan sehingga memungkinkan penanganan yang efektif dan sedini mungkin. Seperti telah diketahui bahwa komplikasi jangka panjang bayi prematur, terutama yang terkait otak dapat diminimalisasi dengan terapi dan intervensi dini.
Setiap kontrol akan dilakukan:
1. Pemeriksaan fisik lengkap
2. Pemeriksaan neurologis lengkap
3. Pemeriksaan perkembangan
4. Evaluasi status gizi
5. Penanganan masalah yang ditemukan
-
Untuk semua bayi prematur dengan risiko tinggi harus dilakukan skrining
ROP inisial pada usia kronologis 4-6 minggu dan dilanjutkan tiap 1-2 minggu sampai
vaskularisasi retina lengkap. Jika bayi telah dipulangkan sebelum retina matur,
pemeriksaan dilanjutkan dengan rawat jalan.
- Untuk tes fungsi pendengaran perlu dievaluasi
ulang pada umur 12-24 bulan
Perlu diketahui:
- Untuk pemantauan perkembangan sering digunakan DDST II (Denver Development Screening Test II) atau BINS (Bayley Infant Neurodevelopment Screening).
- Pada DDST yang dinilai adalah 4 sektor perkembangan, yaitu perilaku sosial, gerakan motorik halus, gerakan motorik kasar dan bahasa.
- BINS adalah suatu metode untuk menilai perkembangan anak yang berusia 3-24 bulan. Pada BINS yang dinilai adalah fungsi neurologis (N), reseptif (R), ekspresif (E), dan kognitif (K). Bila hasil skrining menunjukkan hasil yang tidak normal, perlu dilanjurkan dengan pemeriksaan neurologis. Agar perkembangan bayi menjadi optimal perlu diberikan intervensi berupa stimulasi dini.
0 comments:
Post a Comment