Saya tidak ingat bagaimana cara orang tua saya mengajarkan
saya membaca dan menulis, tetapi seingat saya sudah bisa membaca pada usia empat
tahun, saat duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Kedua anak
saya juga bisa membaca pada usia sekitar 4 atau 5 tahun. Bagaimana kedua anak saya belajar baca tulis, tentu saya ingat persis. Saya memang ingin mereka bisa membaca dan
menulis sebelum masuk Sekolah Dasar. Motivasi utamanya karena itu merupakan tuntutan
anak-anak yang akan masuk SD. Kurikulum sekolah menuntut demikian. Jika tidak, akan cukup sulit bagi seorang anak untuk mengikuti pelajaran.
Menarik perhatian saya saat anak saya
menunjukkan worksheet dari sekolahnya kemarin siang. Ia diminta oleh guru untuk
membantu menuliskan sebuah surat untuk der Löwe (seekor singa jantan) yang
tidak bisa membaca ataupun menulis, surat yang akan dikirimkan untuk die Löwin (singa betina). :-P
Liebste Freundin,
Wie geht’s? Komm und spiel in den Wäldern.
Dann essen wir Hühn.
Gruß, Löwe
(Dear
Teman,
Apa
kabar? Yuk kita main di hutan. Trus kita makan ayam.
Salam,
Löwe)
Rupanya tema pelajaran di kelasnya hari itu adalah sebuah kisah berjudul Die Geschichte vom Löwen, der nicht schreiben konnte (Kisah seekor singa jantan yang tidak dapat menulis).
Cerita ini lucu dan sarat pesan. Karena ia adalah seekor binatang yang kuat, der Löwe merasa ia tidak perlu bisa membaca dan menulis. Akan tetapi suatu ketika ternyata ia perlu menulis sebuah surat, sehingga ia harus minta bantuan binatang lain. Der Löwe kesal karena semua surat yang telah dibuatkan tidak sesuai dengan dirinya. Singa kan tidak bisa memanjat pohon, tidak berenang ataupun makan ganggang... :-D
Satu konsep cerita sederhana ini ternyata bisa digunakan untuk memotivasi anak belajar membaca dan menulis, mengembangkan imajinasinya untuk menggambar, bekerja dalam kelompok, bahkan mengemasnya menjadi sebuah drama atau teater saat acara di sekolah.
Satu konsep cerita sederhana ini ternyata bisa digunakan untuk memotivasi anak belajar membaca dan menulis, mengembangkan imajinasinya untuk menggambar, bekerja dalam kelompok, bahkan mengemasnya menjadi sebuah drama atau teater saat acara di sekolah.
Kesan saya, di Jerman ini banyak hal
dibuat sebisa mungkin menjadi smooth dan proporsional untuk ukuran anak-anak dalam belajar. Tidak ada aturan untuk bisa membaca dan menulis sebelum masuk Sekolah Dasar. Pelajaran yang diberikan pun relatif lebih ringan
dibandingkan di Indonesia, bahkan kebanyakan dibuat dalam konsep
bermain. Di kelas 1 SD mereka baru belajar menulis abjad yang benar.
Satu per satu dihayati dengan berbagai gambar, cerita dan cara yang
menyenangkan. Parent's Meeting di semester 2 pun masih membicarakan tips mengajari anak membaca dan menulis di rumah. :-D
Tentu kita juga punya banyak dongeng menarik seperti Si Kancil, Malin Kundang sebagainya. Akan tetapi point kali ini adalah.. Bahwa tanpa terkesan membebani anak yang akan masuk SD, toh mereka bisa membimbing generasi mudanya
membangun dan mempertahankan negaranya sebagai bangsa maju dan kuat. Hmmm, sesuatu yang patut direnungkan dan diambil sisi positifnya.. :-)
0 comments:
Post a Comment