Tulisan
ini kudedikasikan untuk suamiku yang gemar minum sprudel, :-D juga
untuk menjawab pertanyaannya tempo hari, sebenarnya yang dengan Kohlensäure aman nggak sih? Dan
karena aku sendiri penasaran karena lama-kelamaan jadi ketularan
menyukai rasanya yang fizzy.
Oya, kali ini yang kita bicarakan bukan minuman ringan bersoda lho ya, seperti Cola, Fanta, Sprite, Pepsi dll, melainkan carbonated water atau air berkarbonasi. Orang Jerman menyebutnya Kohlensäure im Mineralwasser/Sprudel. Orang Inggris menyebutnya fizzy water dan ada juga yang menyebutnya sparkling water, seltzer water dll. Air berkarbonasi yaitu air yang mengandung CO2 (karbondioksida) terlarut. Di pabrik, CO2 dimasukkan dalam air dengan tekanan tinggi untuk memberikan efek rasa yang segar, menimbulkan sensasi krenyes dan menggigit di lidah. CO2 yang terlarut secara sempurna dalam air tersebut akan menghasilkan asam bikarbonat yang bersifat asam. CO2 + H2O --> H2CO3. Reaksi ini serupa dengan yang terjadi pada proses karbonasi air laut akibat efek rumah kaca, yang tentu tidak akan kita bahas. :-P
Beberapa klaim mengenai efek sparkling water terhadap kesehatan sudah kita dengar. Sekarang mari kita lihat apakah efek buruk tersebut sekedar misinformasi semata?? Eng ing eng...
Pendapat lain menyatakan bahwa kalsium dan mineral yang terkandung dalam air berkarbonasi dapat berfungsi menjadi buffer untuk asam karbonat yang melindungi enamel gigi. Oleh karena itu penting juga untuk melihat komposisi mineral lain yang tedapat dalam air yang kita minum. Natrium dan klorida biasanya ditambahkan untuk memberikan rasa lebih enak dan mengurasi rasa asam dalam air minum.
Bagaimana kaitannya dengan fungsi ginjal? Kecepatan penyerapan gas CO2 dalam pencernaan memang jauh lebih rendah dibandingkan dalam proses respirasi di dalam sel maupun paru. CO2 yang diserap dari sistem pencernaan kemudian akan dikeluarkan dari darah melalui proses ekspirasi. Ingat dong reaksi CO2 + H2O <--> H2CO3 <--> H+ + HCO3- oleh karbonat anhidrase.. Selain paru-paru, organ ginjal juga berfungsi dalam mekanisme kompensasi keseimbangan asam-basa tubuh. Ginjal bagaimanapun juga mungkin akan bekerja ekstra untuk mempertahankan pH sekitar 7,35 agar tubuh tetap dalam kondisi equilibriumnya.
Wah, perlu ditelusuri lebih lanjut penelitian-penelitian di atas ya, bikin crittical appraisal, jangan-jangan banyak juga bias penelitiannya. :-D Tapi lepas dari itu semua, kalau aku pribadi sih, prinsipnya segala hal yang back to nature itu tentu lebih aman. Jadi sesekali minum gak apa-apa kali ya, tapi jangan jadi kebiasaan. :-P
Oya, kali ini yang kita bicarakan bukan minuman ringan bersoda lho ya, seperti Cola, Fanta, Sprite, Pepsi dll, melainkan carbonated water atau air berkarbonasi. Orang Jerman menyebutnya Kohlensäure im Mineralwasser/Sprudel. Orang Inggris menyebutnya fizzy water dan ada juga yang menyebutnya sparkling water, seltzer water dll. Air berkarbonasi yaitu air yang mengandung CO2 (karbondioksida) terlarut. Di pabrik, CO2 dimasukkan dalam air dengan tekanan tinggi untuk memberikan efek rasa yang segar, menimbulkan sensasi krenyes dan menggigit di lidah. CO2 yang terlarut secara sempurna dalam air tersebut akan menghasilkan asam bikarbonat yang bersifat asam. CO2 + H2O --> H2CO3. Reaksi ini serupa dengan yang terjadi pada proses karbonasi air laut akibat efek rumah kaca, yang tentu tidak akan kita bahas. :-P
Beberapa klaim mengenai efek sparkling water terhadap kesehatan sudah kita dengar. Sekarang mari kita lihat apakah efek buruk tersebut sekedar misinformasi semata?? Eng ing eng...
1. Tooth Decay (Kerusakan Gigi)
Minuman
bersoda bersifat asam sehingga bisa merusak enamel gigi. Di
bawah pH 5,4, lapisan enamel gigi akan larut. Sebuah penelitian di Universitas Birmingham
melaporkan bahwa air berkarbonasi memang bersifat erosif, meski
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan efek minuman bersoda yang
memiliki pH lebih rendah akibat penambahan asam fosfat atau asam sitrat.
(Baca: The erosive potential of flavoured sparkling water drinks. Brown CJ, Smith G, Shaw L, Parry J, Smith AJ. Int J Paediatr Dent. 2007 Mar; 17(2):86-91.). Pendapat lain menyatakan bahwa kalsium dan mineral yang terkandung dalam air berkarbonasi dapat berfungsi menjadi buffer untuk asam karbonat yang melindungi enamel gigi. Oleh karena itu penting juga untuk melihat komposisi mineral lain yang tedapat dalam air yang kita minum. Natrium dan klorida biasanya ditambahkan untuk memberikan rasa lebih enak dan mengurasi rasa asam dalam air minum.
2. Osteoporosis
Asam
akan melarutkan kalsium dari tulang sehingga menyebabkan
osteoporosis. Hal ini memang logis mengingat tulang tersusun atas
kalsium. Akan tetapi hipotesis ini sementara belum terbukti. Penelitian di Universitas Creighton menyatakan tidak ada
hubungan bermakna antara minuman berkarbonasi dengan ekskresi kalsium
dalam urin sebagai indikator penting deplesi kalsium. Penelitian lain di
Spanyol yang melakukan pengamatan selama dua bulan terhadap wanita yang
mengkonsumsi air berkarbonasi juga tidak menunjukkan ketidaknormalan
dalam pemeriksaan tulang hingga akhir penelitian.
3. Efek terhadap Ginjal
Minuman
berkarbonasi akan menyebabkan deplesi kalsium yang cenderung akan tertimbun
dalam ginjal dan menyebabkan batu ginjal (nephrolithiasis). Akan
tetapi klaim ini, lagi-lagi belum didukung dengan evidence dari
penelitian manapun.Bagaimana kaitannya dengan fungsi ginjal? Kecepatan penyerapan gas CO2 dalam pencernaan memang jauh lebih rendah dibandingkan dalam proses respirasi di dalam sel maupun paru. CO2 yang diserap dari sistem pencernaan kemudian akan dikeluarkan dari darah melalui proses ekspirasi. Ingat dong reaksi CO2 + H2O <--> H2CO3 <--> H+ + HCO3- oleh karbonat anhidrase.. Selain paru-paru, organ ginjal juga berfungsi dalam mekanisme kompensasi keseimbangan asam-basa tubuh. Ginjal bagaimanapun juga mungkin akan bekerja ekstra untuk mempertahankan pH sekitar 7,35 agar tubuh tetap dalam kondisi equilibriumnya.
4. Peningkatan asam lambung dan Kembung
Keluhan lambung biasanya berkaitan dengan keasaman di
dalam lambung, akan tetapi sifat asam dalam minuman berkarbonasi tidak
akan meningkatkan keasaman lambung karena keasaman lambung sendiri
berkisar antara 1-2, di bawah pH minuman berkarbonasi. Lantas bagaimana
dengan distensi lambung atau kembung? Segera setelah kita buka botolnya, sebagian gas dalam air berkarbonasi akan menguap keluar. Gas ini dapat kita lihat sebagai bentuk gelembung-gelembung dalam air. CO2 yang lepas itu dapat terminum mencapai lambung dan menyebabkan kembung, hiccups (cegukan) dan memperburuk penderita irritable bowel syndrome
(IBS). Oleh karena itu penderita IBS
disarankan tidak mengkonsumsi minuman berkarbonasi. Distensi lambung juga dapat mengurangi fungsi dari lambung.
Manfaat air berkarbonasi
Selain
dari kerugiannya, mungkin ada juga lho keuntungan mengkonsumsi air
berkarbonasi ini. Tentu kabar gembira untuk penggemar air
berkarbonasi. :-D Sebuah penelitian menyebutkan bahwa konsumsi 1 1/2
liter air berkarbonasi justru dapat memperbaiki pencernaan dan
konstipasi dibandingkan dengan air minum biasa. Selain itu minuman
berkarbonasi juga dapat menurunkan risiko penyakit jantung. Sebuah
penelitian dilakukan pada kelompok wanita menopause yang minum air
berkarbonasi (yang juga mengandung antrium dan kloridal) selama dua
bulan. Setelah diperiksa di akhir penelitian, mereka memiliki kadar LDL
(kolesterol jahat) dalam darahnya lebih rendah, kadar HDL (kolesterol
baik) lebih tinggi dan kadar gula puasa lebih rendah dibandingkan
kelompok yang minum air biasa. Risiko penyakit jantung turun karena
penumpukan plak kolesterol di pembuluh jantung memerlukan kondisi yang
basa (kebalikan dari kondisi asam).Wah, perlu ditelusuri lebih lanjut penelitian-penelitian di atas ya, bikin crittical appraisal, jangan-jangan banyak juga bias penelitiannya. :-D Tapi lepas dari itu semua, kalau aku pribadi sih, prinsipnya segala hal yang back to nature itu tentu lebih aman. Jadi sesekali minum gak apa-apa kali ya, tapi jangan jadi kebiasaan. :-P